Selasa, 16 Maret 2010

Desain Pembelajaran Berbasis Masyarakat

DESAIN KURIKULUM BERBASIS PADA MASYARAKAT

Oleh : Jumatin

Pendahuluan

Tinjauan istilah kurikulum berbasis masyarakat melahirkan banyak versi dari berbagai ahli kurikulum. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai “a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.

“Berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya”. Artinya bahwa sekolah tak dapat berdiri terpisah dari masyarakat, dimana banyak hal yang dilakukan untuk membawa sekolah kemasyarakat atau sebaliknya. Dengan demikian, idealnya adalah jika kurikulum dijalankan sesuai dengan/bergantung pada fungsi sekolah dalam masyarakat, yaitu apakah untuk mengawetkan kebudayaan dengan menyampaikannya kepada generasi muda, mengubah masyarakat ataukah mengembangkan individu. Ketiga fungsi ini sebenarnya tak perlu dipertentangkan, akan tetapi dapat dipertemukan meskipun pasti akan selalu ada perbedaan tekanan didalamnya.

Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat (community-based education) dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Mau tidak mau pendidikan harus dikelola secara disentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat. Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat didalamnya. Partisipasi pada konteks ini berupa kerjasama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikan. Sebagai sebuah kerjasama, maka masyarakat diasumsikan mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.

Lebih jauh, era disentralisasi otonomi juga berdampak pada semakin terbukanya kebebasan yang dimiliki masyarakat untuk merancang dan melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan sendiri. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia yang lain dan asing bagi masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, paham dan mampu membangun masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan masyarakat tersebut.

Pembahasan

1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat.

Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subjek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Sedangkan pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik didalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.

Menurut Michael W. Galbraith, community-based education could be defined as an seducational process by which individuals (in this case adults) become more competent in their skills, attitudes, and concepts of their communities through democratic participation. Artinya, pendidikan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan dimana individu atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten menangani keterampilan, sikap dan konsep mereka dalam hidup didalam dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokratis.

Tujuan dari pendidikan berbasis masyarakat biasanya mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karier, konsumerisme, perhatian terhadap lingkungan, pendidikan dasar, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, penanganan masalah kesehatan. Sementara lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakatan bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasisi masyarakat, perhimpunan petani, organisasi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisasi buruh, perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan, dan lain-lain. Jadi munculnya pendidikan berbasis kompetensi didorong oleh kebutuhan belajar keterampilan-keterampilan dan pengetahuan baru dalam rangka mengatasi berbagai masalah social yang ada.

Pendapat lebih luas tentang pendidikan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith sebagai berikut :

……. as a process designed to enrich the lives of individuals and groups by engaging with people living within a geographical area, or sharing a common interest, to develop voluntarily a range of learning, action, and reflection opportunities, determined by their personal, sosial, economic and political need.

Artinya : pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagai mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan sukarela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi dan kebutuhan politik mereka.

Sebagian ahli pendidikan seperti Compton & H Mc Clusky menyebut istilah community-based education dengan istilah “community education for development”. Pada konteks ini “community education for development” (pendidikan masyarakat untuk pengembangan) didefinisikan sebagai proses yang menjadi jalan bagi anggota masyarakat agar mampu mengidentifikasi problem dan kebutuhannya, mencari solusi diantara mereka sendiri, memobilisasi sumber-sumber yang ada seperlunya dan melakukan rencana tindakan atau pembelajaran ataupun kedua-duanya. Dengan demikian, pendekatan pendidikan masyarakat adalah salah satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan, melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat sebagai fasilitator yang dapat menyebabkan perubahan menjadi lebih baik.

Dalam teori Gordon Gardenwald dan Sharan B. Merriam, dikatakan bahwa community education refers to any kind of education program or activity designed to serve people “out in the community”. Artinya bahwa pendidikan kemasyarakatan merupakan berbagai jenis aktivitas atau program pendidikan yang dirancang untuk melayani masyarakat “berada dalam masyarakat”.

Dari sini wajar jika menurut The Scottish Executive (1999), community education is a key contributor to lifelong learning and plays a significant part in combanting social exclusion, (pendidikan masyarakat merupakan sumbangan kunci untuk pembelajaran sepanjang hayat dan berperanan penting dalam memperjuangkan perbaikan sosial). Bertolak dari pemikiran ini maka dapat dikatakan bahwa community education merupakan aktifitas yang arahnya untuk mendorong anggota masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya, mencari pemecahan atas problemnya, memobilisasi sumber-smber yang penting dan melaksanakan sebuah rencana tindakan. Pendekatan pendidikan ini cenderung menempatkan masyarakat sebagai agen dan objek sekaligus menganggap pendidikan sebagai proses serta memposisikan pemimpin masyarakat sebagai fasilitator yang mendorong perubahan yang lebih baik.

Dari sini dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika tanggungjawab perencanaan hingga pelaksanaan berada ditangan masyarakat. Term berbasis masyarakat disini menunjuk pada derajat kepemilikan masyarakat. Jika masyarakat memiliki otoritas dalam mengambil keputusan dan menentukan tujuan pendidikan, sasaran, pembiayaan, kurikulum, standar dan ujian, kualifikasi guru, persyaratan siswa, tempat penyelenggara dan lain-lain berarti program pendidikan tersebut berbasis masyarakat. Sebaliknya, jika semuanya ditentukan oleh pemerintah, maka disebut pendidikan berbasis pemerintah (state-based education). Atau, jika semuanya ditentukan oleh sekolah, maka disebut pendidikan berbasis sekolah (school-based education).

Atas dasar itu, secara prinsip pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang dirancang, diatur, dilaksanakan, dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat yang mengarah pada usaha untuk menjawab tantangan dan peluang yang ada dengan berorientasi pada masa depan serta memanfaatkan kemajuan teknologi. Jenis pendidikan yang dikembangkan atas inisiatif warga masyarakat untuk menjawab problema hidupnya, dikelola secara mandiri dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki masyarakat serta menekankan pentingnya partisipasi setiap warga pada setiap kegiatan belajar. Oleh karena itu, pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan mereka sendiri sehingga lebih berdaya, dalam arti memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.

Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks kita, semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Keberadaan lembaga ini diatur pada pasal 26 ayat (1-7). Hanya saja UU ini tidak menggunakan istilah pendidikan berbasis masyarakat, tapi menggunakan istilah pendidikan non formal.

Lebih lanjut disebutkan, pendidikan non formal diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan keaksaraan, lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, satuan pendidikan yang sejenis, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Dengan berpijak pada UU Sisdiknas itu, pendidikan berbasis masyarakat pada konteks kita menunjuk pada pengertian yang bervatiaf, antara lain mencakup: (a) pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh organisasi akar rumput (grassroot organization) seperti pesantren dan LSM; (b) pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta atau yayasan; (c) pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh pusat pelatihan milik swasta; (d) pendidikan luar sekolah yang disediakan oleh pemerintah; (e) pusat kegiatan belajar masyarakat; dan (f) pengambilan keputusan yang berbasis masyarakat.

Dengan demikian, pendidikan berbasis masyarakat merupakan sebuah proses dan program. Secara esensial, pendidikan berbasis masyarakat adalah munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran, sosial, politik lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok.

2. Perspektif Desain Kurikulum Yang Berorientasi Pada Masyarakat

Ada 3 perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat:

a. Perspektive status Quo (the status quo perspective), kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.

b. Perspektive reformis (the reformist perspective), Kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri, Kurikulum reformis menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan, Harus berperan untuk mengubah tatanan social masyarakat, Menurut pandangan reformis, dalam proses pembangunan pendidika sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk kepentingan elit, Pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat itu, baik pendidikan formal maupun non formal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde social baru. (Tokoh yang mempelopori adalah Paulo freire dan ivan illich).

Perspektive masa depan (the futulist perspective), merupakan Menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan social, politik, ekonomi masyarakat. Menurut Harold Rug (1920-1930) siswa harus memahami berbagai macam persoalan dimasyarakat. Tujuan kurikulum dalam perspektif ini mempertemukan siswa dengan masalah masalah yang dihadapi umat manusia.

3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat

Secara lebih luas Michael W. Galbraith menjelaskan bahwa pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :

· Self determination (menentukan sendiri);

Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggungjawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.

· Self help (menolong diri sendiri);

Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangujn kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.

· Leadership development (pengembangan kepemimpinan);

Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai keterampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.

· Localization (lokasi);

Potensi terbesar untuk tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.

· Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan);

Adanya hubungan antara gengsi diantara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.

· Reduce duplication of service (mengurangi dupliksi pelayanan);

Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber daya manusia dalam lokalitas mereka dan mengkoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.

· Accept diversity (menerima perbedaan);

Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat seluas mungkin dituntut dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program, pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.

· Institutional responsiveness (tanggungjawab kelembagaan);

Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat.

· Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup).

Kesempatan pembelajaran formal dan informasi harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.

4. Syarat-Syarat Pendidikan Berbasis Masyarakat

Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat, setidak-tidaknya mempersyaratkan lima hal, diantaranya adalah sebagai berikut :

· Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada dimasyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnya tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh;

· Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Disini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah;

· Program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata;

· Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitka partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanya pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan; dan

· Aparat pendidikan luar sekolah tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.

5. Pendidikan Dan Masyarakat

Ada tiga sifat penting pendidikan. Pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberikan pertimbangan nilai. Hal itu disebabkan karena pendidikan diarahkan pada pengembangan pribadi anak agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan diharapkan masyarakat. Karena tujuan pendidikan mengandung nilai, maka isi pendidikan harus memuat nilai. Proses pendidikannya juga harus bersifat membina dan mengembangkan nilai. Kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi lebih pada menyiapkan anak untuk kehidupan pada masyarakat.generasi muda perlu mengenal dan memahami apa yang ada dalam masyarakat, memiliki kecakapan-kecakapan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, baik sebagai warga maupun sebagai karyawan. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat tempat pendidikan berlangsung. Kehidupan masyarakat berpengaruh terhadap proses pendidikan, karena pendidikan sangat melekat dengan kehidupan masyarakat. Pelaksanaan pendidikan membutuhkan dukungan dari lingkungan masyarakat, penyediaan fasilitas, personalia, system social, budaya, politik, keamanan, dan lain-lain.

Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan untuk menyiapkan generasi muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan produktif. Hal itu merefleksikan konsep adanya tuntutan individual dan sosial dari orang dewasa kepada generasi muda. Tuntutan individual merupakan harapan agar generasi muda dapat mengembangkan pribadinya sendiri, mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Tuntutan sosial adalah harapan agar anak mampu bertingkah laku, berbuat dan hidup dengan baik dalam berbagai situasi dan lingkungan masyarakat.

Konsep pendidikan bersifat universal, tetapi pelaksanaan idealnya bersifat lokal, disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Pendidikan dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu berbeda dengan lingkungan masyarakat lain, karena adanya perbedaan sistem sosial-budaya, lingkungan alam, serta sarana dan prasarana yang ada.

6. Bagaimana Kurikulum, Masyarakat Dan Sekolah Masyarakat

a) Kurikulum dan Masyarakat

Kurikulum sekolah banyak ditentukan oleh tanggapan orang tentang apakah sebenarnya fungsi sekolah bagi masyarakat. Pada satu pihak kita lihat sekolah sebagai lembaga yang harus mengawetkan kebudayaan. Apakah kebudayaan lama masih sesuai dengan keadaan sekarang? Apakah kebudayaan itu tidak dapat menghalangi kemajuan dan perkembangan rasa nasional yang kuat?. Akan tetapi, dilain pihak ada anggapan bahwa fungsi sekolah adalah memajukan masyarakat dan bertindak sebagai “agent of change”. Banyak yang pernah diharapkan dari sekolah. Ada masanya dengan pengajaran dapat dilenyapkan kemiskinan, kemelaratan, kejahatan dan macam-macam penyakit masyarakat lainnya.

John Dewey memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk merekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. Sekolah percobaan yang didirikannya merupakan masyarakat kecil tempat belajar anak-anak dengan melakukan berbagai kegiatan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.

G.S. Counts mempunyai pendirian lebih jauh lagi. Ia tidak hanya mengharapkan bahwa pendidikan pendidikan harus membawa perubahan dalam masyarakat akan tetapi mengubah tata-sosial, dan mengatur perubahan sosial.

B. Othanel Smith bicara tentang pendidikan sebagai management and control of sosial change and as sosial engineering, and of educators as statemen. Ia mengatakan bahwa kita telah cukup memiliki pengetahuan tentang “sosial engineering” dan dapat memanfaatkannya untuk menguasai dan mengatur perkembangan masyarakat. Kalau kita tidak mengendalikannya, maka perkembangan masyarakat karena kemajuan teknik dan ilmu pengetahuan akan menghancurkan umat manusia sendiri. Ia menganjurkan agar kebudayaan yang diwariskan harus senantiasa ditinjau secara kritis dari segi keadaan dan problema zaman sekarang.

Para ahli sosiologi berpendapat bahwa sekolah sebagai lembaga yang didirikan oleh masyarakat, hanya dapat mencapai tujuan menurut norma-norma yang ada dalam masyarakat itu. Maka tidaklah mungkin sekolah itu mendahului perubahan dalam masyarakat, akan tetapi hanya dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat. Jadi fungsi sekolah selalu konservatif. Kurikulum sekolah selalu ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaannya tempat sekolah itu berada, dengan tidak meremehkan peranan sekolah dalam perubahan masyarakat.

Fungsi lain yang dikemukakan oleh John Dewey ialah fungsi sekolah untuk mengembangkan individu. Sekolah yang ekstrim dalam hal ini adalah sekolah yang child-centered. Akan tetapi tidak ada sekolah yang mengabaikan fungsi ini dengan berusaha merealisasikan potensi-potensi yang ada pada anak secara optimal. Dalam undang-undang dasar juga dikemukakan agar setiap anak dapat dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing.

Jadi, mengembangkan masyarakat hanya mungkin dengan mengembangkan individu. Demikian pula perkembangan dan kemajuan individu juga berarti kemajuan bagi masyarakat. Maka dalam pembinaan kurikulum tak mungkin kebutuhan individu dipisahkan dari kebutuhan masyarakat.

b) Sekolah Masyarakat

Menurut Olsen, perkembangan persekolahan di Amerika melalui tiga fase, yaitu ;

· Sekolah akademis atau sekolah tradisional

Sekolah ini bersifat “book-centered” atau berpusat pada buku pelajaran. Kurikulum bersifat subject-centered yang memberikan pengetahuan yang logis sistematis. Anak-anak dalam kelas kebanyakan duduk dibangku sambil menghafal, mendengarkan atau melamun. Pendidikan ini kurang memperhatikan perbedaan individual, minat dan kebutuhan anak-anak. Pelajaran-pelajaran terlepas dari kehidupan masyarakat. Hubungan dengan lingkungan sangat sedikit. Walaupun dianggap tradisional, system ini masih sangat umum terdapat disekolah-sekolah kita.

· Sekolah progresif

Sekolah ini bersifat child-centered. Kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan anak-anak dan pemuda, sedangkan kebutuhan mereka sebagai orang dewasa dalam masyarakat sering diabaikan. Disekolah ini disiplin lebih lunak, anak-anak diberi lebih banyak kebebasan; rundingan antara guru dengan siswa sangat diutamakan dalam merencanakan apa yang akan dipelajari disekolah. Walaupun sekolah yang semata-mata child-centered boleh dikatakan tidak ada lagi, prinsip-prinsip aliran ini sangat berharga bagi perbaikan pengajaran kita.

· Sekolah masyarakat atau community school

Sekolah ini bersifat life-centered. Yang menjadi pokok pelajaran adalah kebutuhan manusia, masalah-masalah dan proses-proses social dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai laboratorium tempat anak belajar, menyelidiki dan turut serta dalam usaha-usaha masyarakat yang mengandung unsure pendidikan. Sekolah ini menurutsertakan orang banyak dalam proses pendidikan untuk mempelajari problema-problema social. Sekolah ini merupakan pusat masyarakat untuk melakukan pertemuan-pertemuan, upacara-upacara dan usaha-usaha lain. Dengan jalan demikian terbukalah pintu antara sekolah dengan masyarakat sehingga sekolah dapat memasuki masyarakat dan masyarakat dapat memasuki sekolah.

Ciri-ciri sekolah masyarakat*

Menurut Olsen cirri-ciri Community School adalah sebagai berikut:

§ Sekolah itu memperbaiki mutu kehidupan setempat pada saat sekarang ini.

Berkat sekolah maka orang dalam masyarakat menjadi manusia yang lebih baik, jasmaniah, emosional, sosial dan material. Hubungan antar suku bertambah erat, penyakit menular berkurang dengan adanya usaha sekolah kearah itu. Sekolah ini mendidik anak menjadi manusia yang lebih baik dalam dunia yang lebih baik.

§ Sekolah itu menggunakan masyarakat sebagai laboratorium tempat belajar.

Belajar tidak hanya terbatas antara empat dinding kelas. Kalau kita ingin memupuk pengertian, minat dan keterampilan yang penting guna perbaikan kehidupan masyarakat, tak dapat tiada anak-anak harus diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk mempelajari masyarakat berkat pengalaman langsung. Buku-buku bacaan memang penting, namun dianggap tidak memadai, sekolah membuka pintu untuk mengadakan hubungan timbal balik dengan masyarakat.

§ Gedung sekolah itu menjadi pusat kegiatan masyarakat.

Gedung sekolah dapat digunakan untuk pertemuan dan rapat-rapat, untuk perayaan-perayaan dilingkungan itu. Pemberantasan buta huruf, kursus-kursus bagi wanita, pertandingan, perlombaan dilakukan disekolah, karena sekolah itu kepunyaan bersama seluruh masyarakat.

§ Sekolah itu mendasarkan kurikulum pada proses-proses dan problema-problema kehidupan dalam masyarakat.

Inti kurikulum terdiri atas kebutuhan manusia dalam masyarakat sekarang dan masa depan. Dengan jalan ini terdapat hubungan erat antara pelajaran disekolah dengan tuntutan-tuntutan kehidupan masyarakat yang mengandung arti bagi murid dank arena itu lebih merangsang kegiatan anak untuk belajar.

§ Sekolah itu mengikutsertakan orang tua dalam urusan-urusan sekolah.

Sekolah bukan hanya urusan guru, tetapi juga termasuk tanggungjawab seluruh masyarakat. Mengenai hal-hal tertentu sering diadakan perundingan antara guru dengan orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat guna perbaikan sekolah.

§ Sekolah itu turut mengkordinasikanmasyarakat.

Untuk memperbaiki taraf kehidupan dalam suatu masyarakat segala lembaga dan badan-badan dalam masyarakat harus bekerjasama, seperti dalam hal pemeliharaan kebersihan, keamanan, dan lain-lain. Dalam hal ini sekolah dapat menjalankan peranannya yang penting dengan bekerjasama semua tenaga yang ada didalamnya.

§ Sekolah itu melaksanakan dan menyebarkan filsafat negara dalam segala hubungan antar manusia.

Sekolah berperan tidak hanya sebagai wadah member penjelasan tentang filsafat negara, tetapi terlebih untuk dapat dipraktekan dalam kehidupan dan hubungannya dengan masyarakat.

7. Masyarakat Sebagai Sumber Belajar

Pengajaran mencapai hasil sebaik-baiknya, apabila didasarkan atas interaksi antara siswa dengan sekitarnya. Apa yang dipelajari anak hendaknya hal-hal yang juga terdapat dalam masyarakat dan karena itu berguna bagi hidup anak sehari-hari. Karena itu sesungguhnya kurikulum tidak dapat lepas dari masyarakat. Untuk menentukan kurikulum sendiri dengan menyesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat, maka perlu adanya penyelidikan sebelumnya, antara lain :

ü Keadaan fisis lingkungan, yang mempengaruhi corak kehidupan dan kebudayaan masyarakat itu, yaitu: Iklim suatu daerah, Luas daerah, Topografi daerah, Keadaan tanah dan Kekayaan alam.

ü Penduduk, diantaranya tentang : jumlah yang menghuninya, tingkat pendidikan dan susunan penduduknya.

ü Organisasi-organisasi masyarakat.

Cara-cara menggunakan masyarakat dalam pelajaran.

a. Karyawisata atau field trip

Siswa dapat dibawa ke luar kelas untuk mempelajari berbagai hal. Pelaksanaan karyawisata turut serta menjadikan masyarakat suatu laboratorium tempat anak-anak menagdakan penyelidikan dan belajar.

b. Menggunakan orang sebagai sumber

Dalam tiap masyarakat betapapun kecilnya, pasti terdapat orang-orang yang memiliki keahlian, pengalaman, keacakapan atau pengetahuan tertentu, sehingga hal ini dapat diundang disekolah untuk memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu pokok yang ada hubungannya dengan pelajaran peserta didik, baik melalui seminar-seminar, lokakarya, symposium, pelatihan-pelatihan, dan lain-lain.

c. Pengabdian masyarakat

Dari murida diharapkan, agar ereka tidak hanya memperhatikan dan mempelajari apa yang ada dan yang terjadi dalam masyarakat. Akan tetapi dalam pelbagai hal mereka harus turut serta dalam usaha-usaha perbaikan masyarakat sehingga anak-anak mendapat pengertian yang lebih mendalam tentang keadaan masyarakat itu.

d. Pengalaman kerja dalam masyarakat

Cara lain untuk memanfaatkan masyarakat untuk kepentingan pendidikan para pemuda adalah member kepada mereka pengalaman-pengalaman bekerja disamping pelajaran disekolah. Tujuannya adalah menambah pengertian mereka tentang pekerjaan dan memupuk sikap yang sehat terhadap dunia pekerjaan. Dan hendaknya yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

Cara memanfaatkan masyarakat.

a. Guru bersama-sama berusaha menyelidiki masyarakat itu dan mengumpulkan hal-hal yang kiranya dapat memperkaya kurikulum sekolah itu.

b. Kepada orang tua murid dan kepada orang-orang lain dapat dikirimkan daftar pertanyaan dalam bidang manakah mereka dapat bertindak sebagai sumber atau mempunyai barang-barang atau alat-alat yang kiranya dapat dipergunakan untuk pendidikan anak didik.

c. Dapat juga dikirimkan daftar pertanyaan kepada perusahaan-perusahaan, apakah mereka bersedia menerima siswa berkunjung kesana dengan tujuan pendidikan.

Daftar Bacaan

1. Nana Syaodih Sukmadinata, (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Diterbitkan Oleh: PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

2. Nasution S, (2008). Asas-Asas Kurikulum. Ed. 2, Cet. 9. Jakarta: Bumi Aksara.

3. Zubaedi, Dr., (2006). Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

4. Wina Sanjaya, Dr., (2008). Kurikulum dan Pembelajaran.

2 komentar:

  1. How to get to Pune via Bus or Train via Train from
    The easiest way to 태백 출장마사지 get to Pune via Bus or Train 의왕 출장마사지 via 강원도 출장안마 Train from Jakarta costs just one hour. 제주 출장샵 The quickest way 보령 출장마사지 to get to Pune via Train via Train is

    BalasHapus
  2. The casino with roulette machines | Vannienailor4166 Blog
    Casino roulette game is one of the most popular casino games in Malaysia. It offers the latest games with the best odds, https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ with aprcasino big payouts casino-roll.com and easy gri-go.com

    BalasHapus